Sunday, March 14, 2010

Riya Menjelma Syirik

Riya Menjelma Syirik


Riya adalah sifat tercela, ia sangat membahayakan perjalanan seorang salik
(pejalan menuju Allah), karena bisa memberangus nilai ibadahnya. Bahkan riya
dikatagorikan syirik khafi (tersembunyi).

Hasrat mendapatkan sesuatu dari makhluk, sebagai wujud riya yang
dapat mengotori niat ibadah seseorang. Riya juga dapat membuat seseorang jadi
munafik bahkan menjadi musyrik. Karena itu berhati-hatilah dengan sifat riya
yang sangat membahayakan.

“Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah
mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekaliE (An Nisaa': 142)

Bahaya riya

Setiap manusia mempunyai kecenderungan ingin dipuji, dan
keinginan itu merupakan proses pembentukan riya dalam diri seseorang. Sifat
riya sangat lembut dan halus, bagaikan gumpalan asap yang memenuhi jiwa dan
mengalir kesegenap pembuluh darah, dampaknya dapat menutup pandangan akal dan
iman seseorang. Bila sifat itu dibiarkan berkembang mewarnai hidupnya, maka
sudah dapat dipastikan, tidak mampu membendung riya menjelma jadi syirik. Sabda
Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Adz Dzahabi.

“Maka takutlah kamu sekalian akan riya, karena sessungguhnya riya itu adalah
menyekutukan (syirik) kepada AllahE

Sifat riya sangat berbahaya bagi orang yang menjalankan ibadah,
karena menelusup ke sela-sela niat. Padahal niat merupakan pangkal dari murni
tidaknya suatu ibadah. Bila amal ibadah seseorang tidak mencerminkan kemurnian
(keikhlasan), akan sia-sia. Sebab, Allah tidak pernah menyuruh hamba-hamba-Nya
untuk berbuat ibadah, kecuali yang dilandasi niatan ikhlas (murni).
Sesungguhnya setiap amal ibadah seorang hamba, tidak dilihat dari sisi
lahiriahnya, melainkan apa yang terlintas dalam hatinya, yaitu niatan ikhlas.
Barangsiapa mencampur adukkan niat ibadah dengan keinginan
nafsunya, sekalipun surga yang diinginkannya, niscaya gugurlah segala amal
ibadahnya. Pahala dan surga adalah makhluk Allah. Mengapa masih mengharap
sesuatu selain Allah.

“Maka perumpamaan orang (yang beramal serta riya) itu seperti batu licin yang
diatasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, Allah menjadikan
dia bersih (tidak bertanah) (Al Baqarah : 264 )

Mengapa harus mencari pujian dan sanjungan dari makhluk. Bukankah
setiap perbuatan yang bersifat baik dan terpuji, dengan sendirinya pasti
terpuji dan tersanjung. Begitu pula sebaliknya, setiap perbuatan yang tercela,
walau berusaha mencari pujian dan sanjungan, tetap saja tercela. Yang sudah
pasti, Allah tidak menerima amal ibadah yang disertai pamrih. Karena Allah Dzat
Yang Suci. Seseorang yang mengharap perjumpaan dengan-Nya, hendaklah memakai
busana yang suci lahir dan batin.
Karena itu, barangsiapa beribadah mencari selain Allah, seperti
popularitas, mengharap puji dan sanjung, Allah akan meninggalkan dan tidak
peduli pada amal ibadahnya orang-orang yang bersifat riya.
Perlu digaris bawahi, Allah tidak mau “dimaduE(didua-kan). Allah
adalah Dzat yang Esa. Ia tidak butuh amal ibadah seorang hamba yang
menduakan-Nya. Siapa pun mengerjakan ibadah yang disertai riya, berarti telah
menyekutukan Allah alias syirik.

Riya dalam Shalat

Tumbuh riya pada jiwa orang yang shalatnya diawali motivasi
mengharap sesuatu dari manusia, Misalnya melakukan shalat, dengan harapan
dikenal sebagai orang yang shaleh dan ahli ibadah. Atau mendirikan shalat
karena ingin dikenang sebagai orang yang mendekatkan diri kepada Allah
(taqarrub).
Seseorang tidak akan mengetahui riya yang tumbuh pada jiwa orang
lain, karena sifat riya sangat halus dan lembut. Ia menelusup dalam diri setiap
manusia. Tidak ada yang mengetahui riya, kecuali diri orang yang bersifat riya.
Sifat riya pada orang yang melakukan shalat dapat muncul dari
awal persiapan sampai akhir shalat. Shalatnya menjadi tidak khusyu' dan tidak
bernilai, sebab shalatnya tidak dilakukan dengan tulus dan murni karena
panggilan Allah.
Sungguh sangat tercela, shalat orang yang dilandasi dengan riya.
Betapa nista orang yang dapat dikelabui oleh setan, dengan pandangan dan
bayangan kemuliaan. Sungguh celaka orang yang mengotori niat shalatnya dan
melalaikan seruan Rasulullah saw.

”Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas
tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk bershalat, mereka berdiri
dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) dihadapan manusia. Dan
tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali (An Nisaa': 142).

Rasulullah saw. bersabda :
“Barangsiapa yang menyempurnakan shalatnya ketika dilihat manusia dan
menguranginya diwaktu sendirian. Maka itulah penghinaan terhadap Tuhannya
(Allah)E (HR. At Thabrani dan Al Baihaqi)

Riya saat zakat

Sifat riya juga tumbuh pada jiwa orang yang memiliki harta, sifat
tersebut dapat merubah seseorang menjadi kikir. Zakat dan sedekah yang
ditunaikan acap kali diwarnai sifat riya. Tidak ada zakat dan sedekah baginya,
kecuali hasrat dipuji dan disanjung.
Ciri-ciri orang semacam itu, saat memberi selalu disertai
kata-kata yang menyakitkan hati si penerima. Cara menghitung zakat harta, zakat
infak, zakat fitrah dan zakat lainnya, cenderung menyimpang dari ketetapkan
syari'at Islam.
Orang yang menafkahkan hartanya karena riya, bukan termasuk
golongan orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian. Bahkan mereka
termasuk golongan orang yang merugi. Karena mereka telah mengambil setan-setan
dari jenis manusia sebagai temannya. Padahal setan adalah seburuk-buruk teman
bagi manusia.

“Dan (juga) orang-orang yang menafkahkan harta-harta mereka karena riya
kepada manusia, dan orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan kepada hari
kemudian. Barangsiapa yang mengambil setan itu menjadi temannya, maka setan itu
adalah teman yang seburuk-buruknyaE (An Nisaa': 38).

Riya saat ibadah

“Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya
dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya kepada manusia serta menghalangi
(orang) dari jalan AllahE Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka
kerjakan. (Al Anfaal: 47).

Kemurahan Allah tercurah pada setiap orang yang mengamalkan
ibadah. Apapun yang diniatkan dalam melaksanakan ibadah, niscaya akan dapat
hasilnya sesuai dengan niatannya.

Sebagaimana Nabi saw bersabda:
“Barangsiapa yang beramal karena ingin didengar (cari popularitas), maka
Allah akan mendengarkannya. Dan barangsiapa yang beramal karena ingin dilihat
(mencari puji dan penghormatan), maka Allah akan memperlihatkannya.E (HR.
Muslim bersumber dari Ibnu ’Abbas. ra.)
“Dan sesungguhnya bagi setiap amal manusia akan mendapatkan apa yang
diniatkan". (HR. Bukhari bersumber dari Umar bin Khaththab ra.)

Riya akan menghanguskan semua amal ibadah yang telah dilakukan
dengan susah payah. Sifat riya juga dapat tumbuh subur di lingkungan santri,
dengan mengajak berangan-angan menjadi ulama besar dan terhormat yang disegani
masyarakat. Bukan bercita-cita menjadi hamba Allah yang shaleh, tetapi
cenderung menginginkan kemuliaan di dunia dan kemegahan derajat.
Begitu pula di kalangan ahli zikir, sifat riya tumbuh dengan
lintasan jiwa ingin meraih aura ruhani, sehingga mampu mengelabui di setiap
desah zikirnya. Bahkan jiwanya akan membujuk hati untuk mempercepat zikir
bahkan menuntut keistimewaan atau “karomahE Bagi ahli zikir, tak ada hijab
yang menjelma syirik, kecuali riya'. Karena itu ikhlaskan niat agar benar-benar
bersih dari noda syirik.

“Aku tidak butuh sekutu dalam segala-galanya. Karena itu barangsiapa yang
mengamalkan suatu amalan, lalu dia menyekutukan-Ku dalam amalnya itu dengan
selain-Ku, maka Aku tinggalkan amalnya itu padanya dan pada sekutunya. (Hadis
Riwayat Muslim. Dari Abu Hurairah ra).

Penawar sifat riya

Penawar sifat riya sesungguhnya ada pada diri orang yang
bersangkutan. Yaitu dengan menyingkirkan segala keinginan yang bersifat duniawi
maupun ruhani, karena semua itu hanyalah hiasan bagi orang yang sedang menuju
Allah.

”Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepadanya dalam menjalankan agama dengan lurus, dan supaya
mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan yang demikian itulah agama
yang lurus" (Al Bayyinah: 5).
Maka satu-satunya jalan menuju keselamatan hati adalah mawas
diri, dan mengikis habis sifat-sifat tercela terutama riya. Tentu dengan cara
senantiasa melatih dan meningkatkan kadar keimanan.

”Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya
dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya kepada manusia serta menghalangi
(orang) dari jalan Allah. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka
kerjakan.E(Al Anfaal: 47).

Merupakan karakter dasar manusia yang selalu ingin dipuji dan
dihormati, sehingga riya berkembang dalam diri. Namun bagi orang yang memiliki
kesadaran diri, kesadaran spiritual, dan keimanan yang baik yang menyadari
bahwa hanya Allah yang berhak dipuji dan menerima pujian dari setiap makhluk.
Hanya Dia-lah Dzat yang patut dipuji. Apabila hasrat ingin dipuji muncul di
dalam hati dan sulit dikendalikan maka ingatlah kepada Allah swt. dan tumbuhkan
niat ikhlas dalam beribadah kepada-Nya.
Barangsiapa yang hendak meraih kemuliaan dan kebesaran Tuhannya
di dunia maupun di akhirat, beramallah dengan amalan-amalan yang baik (shaleh)
dengan memurnikan akidahnya dalam beribadah kepadaNya, dan tidak syirik dengan
sesuatu apapun. Allah adalah Dzat yang Esa, maka Allah cinta kepada
hamba-hamba-Nya yang mengesakan niatnya dalam melaksanakan amal ibadah yang
diserukan-Nya. Itu sebagai tanda bersih hatinya dari sifat riya. Jika hati
tidak bersih dari sifat tersebut, maka riya akan menjelma jadi syirik.

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni
segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.
Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang
besar." (An Nisaa': 48)


Kalam Hikmah :

1. Setiap manusia mempunyai kecenderungan ingin dipuji, dan keinginan
itu merupakan proses pembentukan riya dalam diri seseorang.
2. Jika hati tidak bersih dari sifat tersebut, maka riya akan menjelma
jadi syirik.
3. Mengapa harus mencari pujian dan sanjungan dari makhluk. Bukankah
setiap perbuatan yang bersifat baik dan terpuji, dengan sendirinya pasti
terpuji dan tersanjung.
4. Riya akan menghanguskan semua amal ibadah yang telah dilakukan dengan
susah payah.


Dikutip dari Majalah "KASYAF"
KASYAF adalah majalah Kajian Tauhid dan Hakikat yang terbit setiap dua bulan
sekali.
Saat ini sedang beredar Edisi 5 yang mengangkat tema
"HIJRAH MENGGAPAI MA’RIFATULLAHE
Akan beredar KASYAF Edisi 6 dengan mengusung TEMA :
"CAHAYA MUHAMMAD SAWE
KASYAF dapat diperoleh di toko buku atau lapak-lapak koran terdekat atau
dapat langsung menghubungi Bagian Marketing/Sirkulasi (Sdr. Ahmad Rivai) Telp
(021)87710094 atau kunjungi websitenya : www.akmaliah.com dan [EMAIL PROTECTED]

Orang pertama yang dihukum di Akhirat (RIYA)

Rasulullah s.a.w. bersabda: "Pada hari kiamat Allah akan menghukum semua makhluk dan semua makhluk tertekuk lutut. Pada hari itu orang yang pertama sekali akan dipanggil ialah orang yang mengerti Al-Quran, kedua orang yang mati fisabilillah dan ketiga ialah orang kaya.


Allah akan bertanya kepada orang yang mengerti Al-Quran: "Bukankah Aku telah mengajar kepadamu apa yang Aku turunkan kepada utusan-Ku?. Orang itu menjawab: "Benar Ya Tuhanku. Aku telah mempelajarinya di waktu malam dan mengerjakannya di waktu siang." Allah berfirman: "Dusta! Kamu hanya mahu digelar sebagai Qari dan Qariah, malaikat juga berkata demikian." Datang orang kedua, lalu Allah bertanya: "Kenapa kamu terbunuh?." Jawab orang itu: "Aku telah berperang untuk menegakkan agama-Mu." Allah berfirman: "Dusta! Kamu hanya ingin disebut pahlawan yang gagah berani dan kamu telah mendapat gelaran tersebut, malaikat juga berkata demikian."


Kemudian datang orang ketika pula: "Apa kamu buat terhadap harta yang Aku berikan kepadamu?." Jawab orang itu: "Aku gunakan untuk membantu kaum keluargaku dan juga untuk bersedekah." Lantas Allah berfirman: "Dusta! Kamu hanya ingin disebut dermawan dan kamu telah dikenali, malaikat juga berkata demikian." Sabda Rasulullah s.a.w. lagi: "Ketiga-tiga orang inilah yang pertama-tama akan dibakar dalam api neraka.


Semoga kita semua terhindar dari tigal hal diatas, dan semoga amal ibadah yang kita lakukan terhindar dari sifat Riya atau hanya ingin mengejar gelar/kenikmatan Dunia sesaat. Nauzubillahi Min Dzalik.


Sumber Unknown (diambil dari data lama komputer saya)